Selasa, 02 Juni 2009
Jumat, 13 Februari 2009
MUSHOLLA TUA
Kamis, 12 Februari 2009
AIRMATAMU, IBU
Airmatamu, Ibu
Sungai kecil
Tempatku menjernihkan diri
Dan menghanyutkan manja
Di kebeningan kasih sayangmu
Airmatamu, Ibu
Embun pagi
Teduhkan harapan pada setiap kuncup bunga
Dan bermekaran
Diantara kerindangan doamu
Airmatamu, Ibu
Gerimis senja
Mengusap debu-debu di musim kemarauku yang panjang
Suburkan puisi di negri seberang
Tentang rindu, surga di telapak kakimu
Airmatamu, Ibu
Malam-malam basah
Lembab
Dihamparan luas sajadah
Engkau tertusuk khusyuk
Menjadi wasilah kun fayakun
Ibu, dongeng sederhana yang panjang
Airmatamu, Aku
Sungai kecil
Tempatku menjernihkan diri
Dan menghanyutkan manja
Di kebeningan kasih sayangmu
Airmatamu, Ibu
Embun pagi
Teduhkan harapan pada setiap kuncup bunga
Dan bermekaran
Diantara kerindangan doamu
Airmatamu, Ibu
Gerimis senja
Mengusap debu-debu di musim kemarauku yang panjang
Suburkan puisi di negri seberang
Tentang rindu, surga di telapak kakimu
Airmatamu, Ibu
Malam-malam basah
Lembab
Dihamparan luas sajadah
Engkau tertusuk khusyuk
Menjadi wasilah kun fayakun
Ibu, dongeng sederhana yang panjang
Airmatamu, Aku
Rabu, 11 Februari 2009
AKULAH ANAKMU, AYAH !
desah angin masih membimbing detakku
mengasah hati di atas bongkahan janji
tentang nasihat yang sesekali menjadi air atau api
Akupun surut dalam kata-katamu
“kembangkan layar,anakku!
langit cerah sisakan harapan
di genggamanmu
jangan biarkan waktu
lelapkanmu menjadi batu”
Seperti abu aku lemah
mengeja limbah-limbah yang meracuni diri
antara berani atau mati
lalu kumuntahkan kerikil-kerikil
pisau-pisau
yang diam-diam menikamku dari belakang
“bukanlah musim serta badai
akan getirkan layar di persimpangan arah
aku takut kalah,ayah”
kutelusuri kerut-kerut di wajahmu
tak ada kata-kata
namun berbicara
seperti furmanNya yang kau bisikkan padaku dulu
“laa ilaaha illa Allah
Muhammadu rasulu Allah”
malam mencair
kegelapan tumpah
matahari dan rembulan kawin dalam gerhana
mencuat jadi tongkat
tegak mengawal hati yang bergerak
“Bismillah…
aku berangkat,Ayah !”
kemudian kau lepaskan airmatamu
patah-patah tapi tak henti-henti
seperti hujan
selalu kurindu diantara dahaga panjangku
“semoga tanah gersang di seberang
menjadi musim semi karenamu”
Amin!
mengasah hati di atas bongkahan janji
tentang nasihat yang sesekali menjadi air atau api
Akupun surut dalam kata-katamu
“kembangkan layar,anakku!
langit cerah sisakan harapan
di genggamanmu
jangan biarkan waktu
lelapkanmu menjadi batu”
Seperti abu aku lemah
mengeja limbah-limbah yang meracuni diri
antara berani atau mati
lalu kumuntahkan kerikil-kerikil
pisau-pisau
yang diam-diam menikamku dari belakang
“bukanlah musim serta badai
akan getirkan layar di persimpangan arah
aku takut kalah,ayah”
kutelusuri kerut-kerut di wajahmu
tak ada kata-kata
namun berbicara
seperti furmanNya yang kau bisikkan padaku dulu
“laa ilaaha illa Allah
Muhammadu rasulu Allah”
malam mencair
kegelapan tumpah
matahari dan rembulan kawin dalam gerhana
mencuat jadi tongkat
tegak mengawal hati yang bergerak
“Bismillah…
aku berangkat,Ayah !”
kemudian kau lepaskan airmatamu
patah-patah tapi tak henti-henti
seperti hujan
selalu kurindu diantara dahaga panjangku
“semoga tanah gersang di seberang
menjadi musim semi karenamu”
Amin!
FEBRUARI BASAH
februari mengguyur basah
dengan musimnya
senyummu, kawan
kau sandarkan di kursi pelaminan
syairsyair balasyik
khusyuk menghibur
seusai kau tabur
janji luhur
padanya
wanita yang kau cipta
dalam kuncup malam
silam
dengan musimnya
senyummu, kawan
kau sandarkan di kursi pelaminan
syairsyair balasyik
khusyuk menghibur
seusai kau tabur
janji luhur
padanya
wanita yang kau cipta
dalam kuncup malam
silam
dari sebuah perjumpaan
dari ucapmu berkepak sayap
katakata melayang
tanpa suara
namun riuh menyebutmu
berulang kali
engkau
menawarkan sunyi dan belati
untuk aku membacanya semalaman
atau untuk aku pahami
kemudian bunuh diri
ah... aku resah
semoga besok bertemu lagi
katakata melayang
tanpa suara
namun riuh menyebutmu
berulang kali
engkau
menawarkan sunyi dan belati
untuk aku membacanya semalaman
atau untuk aku pahami
kemudian bunuh diri
ah... aku resah
semoga besok bertemu lagi
Sabtu, 07 Februari 2009
Selasa, 03 Februari 2009
mantra rindu
sunyiku mengasap dupa
adalah mantra rindu
yang diam dalam harapan
dan riuh dalam doa
mencium hening rembulan
kala purnama di wajahmu
tembang-tembang lirih asmaradana
menarilah
bernyanyilah
dan biarkan selendang itu
mengikat leher jenjangmu
sampai perjumpaan
mengakhiri cerita malamku
adalah mantra rindu
yang diam dalam harapan
dan riuh dalam doa
mencium hening rembulan
kala purnama di wajahmu
tembang-tembang lirih asmaradana
menarilah
bernyanyilah
dan biarkan selendang itu
mengikat leher jenjangmu
sampai perjumpaan
mengakhiri cerita malamku
Langganan:
Postingan (Atom)